JakOnline – Pertandingan pekan ke-11 Liga 1 yang berlangsung pada Sabtu, 1 Oktober 2022 antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan berujung pada meninggalnya ratusan penonton. Salah satu penyebabnya adalah tribun stadion ‘dibanjiri’ asap gas air mata dari aparat.
Kejadian ini tidak hanya menjadi permasalahan bagi persepakbolaan dalam negeri melainkan sudah menjadi isu nasional. Perlu adanya evaluasi besar dalam aparat dalam pengamanan di segala event, khususnya sepak bola.
Kejadian ini bukan pertama kalinya, hampir semua kelompok suporter basis besar pernah merasakan kejamnya gas air mata di stadion. Namun ini pertama kalinya dengan memakan korban ratusan jiwa akibat ganasnya gas air mata.
Dalam sebuah diskusi, salah satu mantan ketua Jakampus Persija, Abidilah Syawaluddin mengatakan, gas air mata tidak layak ditembakkan kepada suporter, apalagi di dalam stadion, mengingat sempitnya ruang untuk menghindar dari asap. Berbeda jika dilakukan pada demontrasi di jalanan terbuka.
Sementara itu, Richard Ahmad Supryanto, selaku Bidang Organisasi Karang Taruna DKI Jakarta yang juga merupakan mantan Ketua Umum the Jakmania, menjelaskan gas air mata telah dilarang oleh FIFA. Baginya, edukasi seharusnya tidak hanya diperuntukkan kepada suporter atau klub sepak bola, namun juga terhadap aparat. Bagaimana aturan yang diterapkan dalam pengamanan, apa saja yang dipersiapkan untuk menghadapi sesuatu yang luar rencana panitia pelaksana pertandingan sepak bola.
Kita semua berharap dan sepakat menonton sepak bola di stadion adalah salah satu ‘wahana rekreasi’ untuk kaum pemuda maupun keluarga.
Turut berduka kepada saudara-saudara kami pendukung Arema, Semoga para korban diampuni segala dosanya dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Amin
UKKT RW 07 Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat