Beberapa bulan sejak Tragedi Kanjuruhan sepak bola Indonesia akhirnya kembali berdenyut, riuhnya kembali hadir mengisi stadion dan layar kaca. Pertandingan kembali digelar dengan menyuguhkan atraksi pemain idola, keputusan dari pengadil lapangan yang mengernyitkan dahi kembali mengisi pembicaraan di warung kopi. Begitu pula spanduk dukungan mulai dibentangkan kembali oleh suporter berjejer rapi di pagar-pagar stadion. Rasanya semua berjalan kembali normal seperti sedia kala, namun ada satu hal yang tidak akan pernah berubah, yakni kehilangan anggota keluarga di stadion, kepergian yang hanya bisa ditangisi dan tidak akan mungkin kembali.
Pasca tragedi semangat persatuan muncul di tengah suporter, kelompok yang saling bersitegang mulai melunak, faksi yang berbeda mulai mencari kesamaan atas mereka. Semangat menolak kekerasan terhadap suporter dan keinginan untuk mengusut tragedi tersebut sampai tuntas menyeruak di seantero negeri. Tapi sayang saat tulisan ini dibuat, dinamika yang ada jauh berbeda dari apa yang terjadi sesaat setelah tragedi. Beberapa kelompok mulai bertikai kembali, foto dan video kekerasan suporter mulai hadir kembali mengisi sosial media. Usut tuntas pun mulai tak jelas rimbanya dan tak ubahnya sekedar tagar pencari trending belaka.
Terlepas dari kegagalan klub Arema menyikapi tragedi dan tidak satu suaranya teman-teman di Malang dalam mengawal usut tuntas, hal tersebut bukan menjadi alasan suporter lain untuk mengurangi dukungan terhadap usut tuntas. Keberpihakan pada korban dan menolak kekerasan adalah hal mutlak. Kekerasan bukan jalan keluar mencari keadilan atas kasus kekerasan, karena kekerasan tidak akan pernah menjadi solusi atas apapun. Biarkan Malang mencari jalan keluar atas problematika mereka, sama halnya ketika dualisme maka biarkan mereka memilih dan bersikap atas individu mereka sendiri. Tiap kelompok suporter memiliki ego, isme ataupun pride yang ingin ditunjukkan, merasa paling dan superior atas lainnya. Maka atas dasar kemanusiaan masukkan kembali semua itu ke dalam kantong.
Proses persidangan masih berjalan yang mungkin akan panjang dan melelahkan, terpenting adalah saling menguatkan dan fokus pada proses tersebut. Jangan biarkan hal-hal lain menjadi kontraproduktif terhadap usut tuntas itu sendiri. Suara-suara usut tuntas harus tetap disuarakan, keadilan harus ditegakkan untuk para korban. Walaupun seperti pungguk rindukan bulan bak kasus 98 yang ingin terang benderang, setidaknya suporter tahu dimana harus berpijak.
Bertahanlah sedikit lebih lama, tumbuhlah liar seperti gulma-bersemi sekebun. Tabik! #usuttuntas
Veranto