JakOnline – Perkembangan zaman bergerak semakin dinamis menjadi dasar di balik berdirinya Nuct. Sebuah wadah kreatif berbasis multimedia yang bermarkas di Cilandak, Jakarta Selatan. Persis di belakang dua sekolah unggulan, Cikal dan HighScope Indonesia.
Menurut sang pendiri, Ali Nugraha, nongkrong memang sudah menjadi kebiasaan yang mengakar di kalangan anak muda. Namun menurutnya, nongkrong juga bisa menjadi sesuatu yang menghasilkan materi jika digarap secara serius.
Berawal di 2014, Ali mendirikan mendirikan Nomads, yang kemudian berganti nama menjadi Nuct karena alasan hak cipta penggunaan nama. Awalnya, ia masih bolak-balik kantor dan menjadikan Nuct sebagai side-project.
Sejak 2017, ia resign dari salah satu perusahaan perbankan Internasional demi Kejar Mimpi dan mencurahkan segala tenaga dan pikirannya untuk Nuct. Pada saat bersamaan, Ali juga masih mengurus Speak Up, band yang ia dirikan sejak 1997. Nyatanya, dua hal ini bisa berjalan saling beriringan.
“Gue merasa di era digital yang terus berkembang, kita juga harus bisa menyesuaikan diri dengan zaman. Setidaknya kita tahu perkembangan apa yang terjadi sekarang. Pada saat bersamaan juga kita bisa menambah relasi, dan juga terus membuat karya istilahnya,” kata Ali.
Orang-orang yang bergerak di dalam nadi Nuct berasal dari beberapa kalangan. Selain Ali yang punya latar belakang musik dan perfilman, juga ada animator, graphic designer, videographer dan beberapa musisi. Diantaranya sebut saja, Ucok, Bintang, Rendra, Olta, Rizky, Saprol dan masih banyak lagi.
Salah satu produk multimedia yang lahir dari Nuct adalah kanal YouTube, Catatan Si Buluk yang merupakan kerjasama dengan beberapa pihak. Program ngobrol dengan host utama Buluk Superglad. Selain itu, Nuct juga ada program akustik yang bertajuk Nuct Acoustik Room, dan beberapa proyek komersial dari beberapa korporasi.
Nuct memperlihatkan bahwa berkarya tidak mengenal batasan idealisme. Justru bekerja sama dengan orang dari latar belakang bidang yang berbeda, bisa menghasilkan sesuatu yang lebih segar. Dalam konteks produksi multimedia, konten yang bisa dinikmati masyarakat juga semakin beragam alternatifnya. abdi/jo