JakOnline – Dalam dunia sepak bola, pertentangan antara kepentingan tim nasional dan klub tidaklah asing. Begitu pula dengan yang belakangan terjadi saat ini di persepakbolaan dalam negeri kita. Persaingan sengit antara Persija Jakarta dan PSM Makassar dengan Badan Tim Nasional (BTN) Sumardji dan PSSI adalah sebuah contoh menarik mengenai dilema ini. Menilik dari perspektif klub, kita dapat memahami mengapa mereka memilih untuk menolak pemanggilan pemain mereka ke Timnas U-23.
Keputusan untuk menolak pemain-pemain terbaiknya untuk bergabung dengan Timnas U-23 dalam persiapan Piala AFF U-23 2023 adalah tindakan yang dapat dihormati. Ini bukanlah tindakan sembrono atau berlebihan. Justru, merupakan langkah yang berdasarkan pada hak klub. Sebagai klub, Persija dan PSM memiliki tanggung jawab untuk menjaga kesehatan serta performa pemain mereka sepanjang musim. Pemanggilan pemain untuk turnamen seperti Piala AFF U-23, yang bukan bagian dari kalender FIFA, dapat mengganggu keseimbangan tim dan meningkatkan risiko cedera pada pemain.
Sangat penting untuk memahami bahwa klub-klub ini berinvestasi secara besar-besaran dalam pengembangan pemain mereka. Mereka memberikan pelatihan, dukungan medis, dan fasilitas terbaik untuk menghasilkan pemain berkualitas tinggi. Oleh karena itu, klub-klub ini berhak untuk melindungi aset berharga mereka dan memutuskan apakah pemain mereka cocok untuk bergabung dengan timnas pada suatu waktu tertentu.
Namun, keretakan yang muncul antara klub dan badan sepak bola nasional harus disikapi dengan bijak. Menyikapi situasi ini, langkah Sumardji untuk memproklamirkan dukungan publik sebagai alasan untuk menghadapi klub-klub yang menahan pemainnya, tampaknya tidak realistis.
Selain itu, tindakan Sumardji yang secara terbuka mengkritik para pelatih asing yang memimpin klub Persija dan PSM juga menimbulkan pertanyaan. Kritik terhadap pelatih asing justru bisa memperburuk hubungan antara timnas dan klub. Pada akhirnya, hal itu dapat merugikan pemain dan persiapan timnas itu sendiri. Seharusnya ada dialog terbuka yang memungkinkan kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan sehingga dapat menguntungkan semua pihak, termasuk pemain itu sendiri.
Pada akhirnya, penting bagi semua pihak untuk mempertimbangkan perspektif masing-masing. Klub membutuhkan pemain yang bugar dan siap untuk menghadapi semua kompetisi. Baik domestik, maupun internasional. Sementara itu, tim nasional memerlukan dukungan penuh dari klub-klub agar mereka dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk turnamen internasional. Melalui dialog dan pengertian yang lebih baik, perselisihan semacam ini dapat diatasi demi kebaikan sepak bola Indonesia secara keseluruhan.
Penting untuk mengingat bahwa pada akhirnya, tujuan bersama dari semua pihak adalah untuk meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia dan meraih kesuksesan di tingkat internasional. Dengan saling menghormati dan bekerja sama, kita dapat mengatasi perbedaan dan menciptakan langkah-langkah yang lebih baik untuk masa depan sepak bola tanah air. Waras-JO